Bernaung berarti berlindung, DNA yang tertanam dalam diri penduduk tropis, jauh sebelum kita menganut konsep rumah. Nama itu menekankan betapa mudahnya hidup di daerah tropis, dan mencapai keberlanjutan tidak lain adalah mencapai kenyamanan dengan sedikit energi yang dibutuhkan. Desainnya adalah untuk mengatur ulang semua aktivitas pengguna di siang hari dan memutarnya menjadi lingkaran di dalam atap raksasa yang melayang di atasnya. Atrium sebagai pusat rumah bertindak baik sebagai pengarah visual dan cerobong angin untuk memastikan efek silang dan bertumpuk untuk ventilasi alami.

Membentang secara diagonal, desainnya dimaksudkan untuk menghubungkan taman secara visual yang memanjang di semua sisi dan untuk dapat melihat langit di kedua ujung bangunan. Desainnya membingkai tanaman hijau di sekitarnya dari dalam dan membuat ilusi rumah taman yang lebih luas dalam kota Tangerang yang sibuk. Langit-langit internal atap dilapisi dengan kayu monokrom yang berfungsi sebagai kanvas terbuka untuk permainan bayangan alami di siang hari, dan untuk membingkai elemen pencahayaan di dalam ruang internal sebagai fasad untuk malam hari.

Bangunan didesain untuk mengoptimalkan cahaya alami sekaligus meminimalkan paparan panas yang masuk ke dalam gedung, titik tengah atap yang dikurangi untuk cahaya langit-langit dan ventilasi untuk melepaskan udara panas juga diputar, memindahkan panas langsung dari barat laut menembus vertikal ke atrium. Eksperimen pada struktur bentang lebar untuk rumah berlantai satu dengan mezzanine dipilih untuk menunjukkan pentingnya menciptakan iklim mikro dalam lokasi sekecil 400 meter persegi yang dikemas dalam rumah pengembang di sekitarnya yang berulang dan padat.

Dipenuhi dengan lapisan dinding diagonal dan diapit di dalam taman mikro, desainnya adalah untuk mengoptimalkan desain pasif bulat bermain dengan bukaan udara yang berbeda dan tingkat tekanan udara, dan bermain ringan di jam yang berbeda dalam sehari - hari untuk mencapai kenyamanan dengan energi paling sedikit sebagai harapan bagi.